Rabu, 05 Juni 2013

responding paper Mesir Kuno


1.      Periode Dinasti Awal
Periode Dinasti Awal adalah puncak dari evolusi berlangsung budaya, agama dan politik, sulit untuk menentukan awal sebenarnya. Menurut tradisi Mesir Kuno, raja pertama yang memerintah atas seluruh Mesir adalah seorang pria yang bernama Menes. Dia dianggap sebagai raja pertama Dinasti Awal dan tradisi menunjukkan bahwa dialah yang menyatukan dua bagian Mesir, yaitu penyatuan Mesir Atas dan Mesir Bawah.

2.      Periode Kerajaan Tua (Old Kingdom)
Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu, ia diberi gelar Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar.
Kerajaan Mesir Tua disebut zaman Piramida, karena pada masa inilah dibangun piramida-piramida terkenal, misalnya piramida Saqqarah dari Firaun Joser. Piramida di Gizeh adalah makam Firaun Cheops, Chifren dan Menkawa.

3.      Periode Peralihan Pertama
Pada kira-kira tahun 2134-2040 SM yang digolongkan sebagai Periode Peralihan Pertama, kekuasaan para firaun mengalami penurunan. Runtuhnya kerajaan Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM  pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya, terjadilah perpecahan antara Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Mungkin karena selama puluhan tahun aliran sungai Nil amat berkurang dan terjadi bencana lapar. Dan sekali lagi Mesir dibagi menjadi dua kerajaan.

4.      Periode Kerajaan Tengah (Middle Kingdom)
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain; membuka tanah pertanian, membangun proyek irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syiria, dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke selatan sampai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir Tengah diserbu dan ditaklukkan oleh bangsa Hyksos.

5.      Periode Peralihan Kedua
Kira-kira tahun 1640-1532 SM yang disebut Periode Peralihan Kedua, kekuasaan dialihkan ke beberapa raja lokal. Dan Mesir dijajah oleh orang Hyksos dari Timur Tengah. Pada akhir periode ini, Hyksos dikalahkan dan diusir oleh firaun Thebes. Sekali lagi Mesir menyatu.

6.      Periode Kerajaan Baru (New Kingdom)
Pada tahun 1532 SM Kerajaan Baru dimulai ketika raja pertama Dinasti ke-18, Ahmosis I, menyelesaikan pengusiran Hyksos dari Mesir, yang telah dimulai oleh saudaranya Kamose. Sepanjang Dinasti ke-18, orang Mesir mulai menggunakan istilah Firaun.
Dalam susunan pemerintahan di Mesir, Raja disebut Firaun. Ia menempati puncak kekuasaan yang dipegangnya secara mutlak. Ia juga dianggap sebagai dewa. Segala segi kehidupan di Mesir diatur dengan Firaun.
Banyak perluasan kerajaan dilakukan. Mesir di bawah Dinasti ke-18 mengawasi suatu area yang meluas ke selatan, ke tempat yang kini disebut Sudan, dan ke timur, ke wilayah Timur Tengah. Dinasti ke-19, Thutmosis I, berhasil menguasai Mesopotamia yang subur. Dinasti ke-20, Thutmosis III, merupakan raja terbesar di Mesir. Ia memerintah bersama istrinya, Hatshepsut. Batas wilayah kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut, ia diberi gelar “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena memerintahkan pembangunan Kuil Karnak dan Luxor. Setelah pemerintahan Thutmosis III, maka pemerintahan dilanjutkan oleh Amenhotep IV, kaisar ini dikenal memperkenalkan kepercayaan yang bersifat Monotheis, yaitu hanya menyembah Dewa Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Dan pemerintahan terakhir dipimpin oleh Ramses II, ia dikenal membangun bangunan besar bernama Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abu simbel. Ia juga pernah memerintahkan penggalian sebuah terusan yang menghubungkan daerah sungai Nil dengan Laut Merah, namun belum berhasil.
 Tiap dinasti sebetulnya jarang puas dengan kekuasaan dan kekayaannya. Akibat kerakusan itu mereka mulai berperang dan memperluas wilayah. Bangsa-bangsa yang menempati wilayah selatan, utara, barat, dan timur dijajah, dirampas hartanya dan rakyatnya dipakai sebagai budak.

7.      Periode Peralihan Ketiga
Selama hampir tiga abad Mesir lumpuh tidak berdaya menghadapi serbuan-serbuan dari Asia, pada tahun 800 SM, Mesir terpaksa harus membayar upeti kepada raja-raja Assyiria. Selanjutnya, pada abad ke-6 SM, Mesir ditaklukkan oleh Persia.

8.      Periode Akhir
Kekuatan Mesir tidak disegani lagi oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan Mesir berhasil dijajah dan dikuasai oleh beberapa bangsa; Nubia, Assyria, Persia, dan Yunani (Macedonia).
Tahun 332 SM, Raja Macedonia, Alexander Agung menaklukkan Mesir dan memasukannya ke dalam Kerajaan Hellenistiknya. Ketika Alexander meninggal tahun 332 SM, temannya, Jendral Ptolemeus menjadi gubernur Mesir. Pada 305 SM, ia menjadi raja Mesir, dengan begitu didirikanlah dinasti firaun Ptolemeus. Para penguasa Hellenistik memegang kekuasaan di Mesir selama hampir 300 tahun. Pada masa terakhir pemerintahan dinasti Ptolemeus, Mesir diperintah oleh seorang firaun perempuan, Cleopatra VII.

Kepercayaan bangsa Mesir
Tulisan
Masyarakat Mesir mengenal bentuk tulisan yang disebut Hieroglyph berbentuk gambar. Tulisan hieroglyph ditemukan di dinding piramida, tugu obelisk maupun daun papirus. Huruf hieroglyph terdiri dari gambar dan lambang berbentuk manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang memiliki makna.
Sistem Kalender
Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan siklus peredaran bulan selama 29,5 hari. Karena dianggap kurang tetap, kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu 12 x 30 hari lalu ditambahkan 5 hari.
Piramida Mesir
Piramida adalah monumen yang terkenal di Mesir Kuno. Piramida telah dibangun oleh para raja Mesir pada zaman Kerajaan Tua dan Kerajaan Tengah sebagai simbol kerajaan yang megah. Piramida terdiri atas susunan batu raksasa (sampai 15.000 kg per batu) yang harus dibawa dari jauh. Pembangunan piramida memerlukan banyak tenaga (ahli bangunan, pemahat, pelukis, arsitek dan budak). Piramida yang paling besar adalah piramida Raja Khufu yang dikerjakan oleh 20.000 pekerja selama puluhan tahun. Piramida Khufu terbentuk dari 2 juta batu (masing-masing beratnya 15.000 kg). Piramida berfungsi sebagai kuburan raja Mesir yang sangat megah, mewah, mahal dan rumit secara ilmu arsitektur.
Dewa Dewi Mesir Kuno

Dewi Isis
Isis (Aset, Usat, Iset), dalam mitologi Mesir, menikah dengan saudaranya Osiris (mirip dengan Hera yang menikahi saudaranya Zeus dalam mitologi Yunani). Isis bermakna ratu, dalam bahasa Mesir. Osiris dibunuh oleh musuhnya, dewa Set, dan dicabik-cabik, lalu potongan-potongan tubuhnya disebarkan di seluruh Mesir. Isi berduka atas kematian saudara/suaminya, lalu berkelana ke seluruh Mesir untuk mengumpulkan semua bagian tubuh Osiris. Kemudian ia menyatukan semuanya menjadi satu, dan membuat Osiris hidup kembali. Mereka lalu mmeperoleh seorang anak, yaitu dewa Horus. Setelah Horus tumbuh dewasa, ia bertarung melawan Set dengan mantra gaib dari ibunya.
Kisah ini memiliki banyak kesamaan dengan kisah dari Asia Barat tentang Magna Mater dan suaminya Atis, dengan kisah dari Yunani tentang Demeter dan Persephone, serta kisah tentang Dionysos. Semua cerita tersebut menampilkan kematian dan kelahiran kembali. Oleh karena itu, orang Mesir berdoa kepada Isis dengan harapan dapat dilahirkan kembali.

Dewa Horus
Horus (Haru) adalah dewa Mesir yang pada awalnya berasal dari Mesir Hulu. Di Kerajaan Lama, orang meyakini Horus memiliki kepala burung alap-alap, dan namanya juga bermakna "alap-alap" dalam bahasa Mesir. Firaun merupakan bentuk manusia dari Horus, dan setelah mati, firaun diyakini menjadi bentuk manusia dari Osiris. Secara umum, Horus adalah dewa langit, putra dewa matahari, Re. Horus juga adalah dewa perang dan perlindungan melawan kejahatan. Banyak orang membawa jimat keberuntungan berbentuk mata Horus sebagai pembawa keselamatan.
Akan tetapi semua itu secara berangsur-angsur berubah pada masa Kerajaan Pertengahan. Orang kini menganggap Horus sebagai putra Isis dan Osiris. Horus dilahirkan ketika Isis menghidupkan kembali Osiris setelah Set membunuhnya. Dengan demikian Horus menjadi dewa kelahiran kembali seperti Persephone dan Dionysos dalam mitologi Yunani, Attis atau Tammuz di Asia Barat, dan Yesus dalam agama Kristen.
Dalam beberapa kisah, Horus juga memiliki putra, dari hubungannya dengan ibunya sendiri, Isis. Biasanya keempat putra Horus bertugas melindungi organ dalam mumi, seperti halnya Horus melindungi orang hidup.

Dewa Osiris
Osiris (Asar, Asari, Aser, Ausar, Ausir, Wesir, Usir, Usire, Ausare) adalah dewa tanaman di Mesir Kuno, seperti halnya Demeter di Yunani. Itulah kenapa wajahnya digambarkan berwana hijau, seperti warna sungai Nil yang airnya membuat orang Mesir dapat menghasilkan panen yang baik. Osiris adalah putra sulung dari dewa bumi Geb dan dewi langit Nut. Ini terkait dengan kenyataan bahwa tanaman tumbuh berkat kerjasama antara bumi dan langit. Sebagai raja para dewa, Osiris mengenakan mahkota firaun dan membawa pelengkung dan pemukul gembala untuk memukuli jelai. Seperti Demeter, Osiris memiliki saudara dan saudari. Ia menikahi saudarinya sendiri, Isis.
Sejak Kerajaan Lama, sekitar 2000 SM, Osiris telah disembah sebagai dewa alam maut dan kelahiran kembali, serta sebagai dewa tanaman. Dalam bercocok tanam, benih dimasukkan ke dalam bumi lalu muncul lagi sebagai panen, jadi banyak kebudayaan di dunia mengangap bahwa dewa tanaman adalah dewa kelahiran kembali, selain Osiris, aspek ini juga adalah pada Persephone dari Yunani serta Magna Mater dari Asia Barat.
Dalam suatu kisah, dewa Seth menipu Osiris untuk masuk ke dalam sebuah peti kayu. Setelah Osiris masuk, Seth mengunci peti itu dan melemparkannya ke sungai Nil untuk menyingkirkan Osirsi. Isis berusaha mencari peti itu, dan pada akhirnya berhasil mengeluarkan tubuh Osiris dari dalamnya, yang hendak ia makamkan. Akan tetapi Seth merebut tubuh Osiris dan mencabik-cabiknya lalu menyebarkan semua potongan tubuh itu ke seluruh Mesir. Isis berkelana untuk menemukan semua potongan tubuh Osiris, hingga ia berhasil menyatukan semuanya kembali. Setelah tubuhnya menyatu, Osiris hidup kembali. Ia dan Isis lalu memperoleh seorang anak yang bernama Horus.
Orang Mesir di Kerajaan Lama mempercayai bahwa firaun yang masih hidup merupakan perwujudan Horus, sedangkan firaun yang sudah mati sebagai perwujudan Osiris. Di kemudian hari, orang menganggap bahwa setiap orang yang mati adalah perwujudan Osiris. Pada masa Kerajaan Baru, sekitar 1500 SM, Osiris dan Re digabungkan menjadi satu dewa, di mana Re adalah wujudnya ketika siang, dan Osiris adalah wujudnya saat malam.

Dewa Anubis
Anubis (Inpu, Anapa) adalah dewa arwah dan alam maut di Mesir pada masa Kerajaan Lama. Karena jakal sering mendatangi pemakaman, tertarik oleh aroma jenzah, maka Anubis sering digambarkan dengan kepala jakal, atau dalam bentuk jakal utuh. Kepala Anubis berwarna hitam sebagai perlambang kematian.
Anubis adalah dewa yang penting pada proses persiapan pemakaman sesorang. Ketika jenazah dibalsem untuk dijadikan mumi, para pembalsem mengenakan kostum Anubis. Anubis juga dipercaya sebagai dewa timbangan hati, untuk mengetahui apakah seorang arwah baik atau jahat.
Pada Kerajaan Lama, Anubis tak lagi dianggap sebagai dewa arwah utama. Sebagai gantinya, Osiris menempati posisi tersebut. Anubis mulai dipercayai sebagai putra Osiris, serta sebagai pembatu Osiris ketika mengurusi para arwah.

Dewa Amon
Amon (Amun) dalam agama Mesir adalah dewa udara dan angin. Ia terkadang tak kasat mata, seperti udara. Terkadang pula digambarkan berkulit biru, atau sebagai katak biru, karena warna biru dikaitkan dengan udara.
Karena Amon adalah dewa udara, ia pun disembah sebagai dewa ba ("jiwa"), yang merupakan napas kehidupan manusia. Ini menjadikan Amon sebagai dewa yang penting. Pada akhir Periode Pertengahan Pertama, Amon disembah sebagai dewa pencipta dunia, dan ia menikahi dewi Mut.
Di Kerajaan Baru, ibukota firaun adalah di Thebes, di Mesir Hilir, dan kota itu menjadi kota utama penyembahan Amon. Dengan demikian para pendeta Amon memperoleh kekuasaan yang besar.
Beberapa firaun memiliki nama yang mengandung unsur nama Amon, misalnya Tutankhamon. Firaun lainnya, Akhenamon, berusaha merebut kekuasaan para pendeta. Ia lalu mengganti namanya menjadi Akhenaten, dari kata aten ("surya"), lalu membangun ibukota baru di Amarna. Setelah Akhenaten meninggal, para pendeta Amon kembali memperoleh kekuasaan, dan ibukota dipindahkan kembali ke Thebes.
Para petualang Yunani seperti Herodotos menyamakan Amon dengan dewa penguasa seperti Zeus, dan istri Amon, Mut, dengan istri Zeus, Hera.
Setelah ibukota firaun dipindahkan dari Thebes, pada akhir Kerajaan Baru sekitar 1200 SM, semakin lama semakin sedikit orang yang menyembah Amon. Akan tetapi, di sebelah selatan Mesir, bangsa Kush terus menyembah Amon hingga sekitar 200 SM.

Dewi Mut
Mut (Maut, Mout) bermakna "ibu" dalam bahasa Mesir, dan di Mesir Kuno, dewi ini disembah oleh orang-orang sebagai dewi ibu sejak permulaan Kerajaan Lama, sekitar 3000 SM. Mut adalah ibu dari segalanya, seluruh dunia, sehingga orang Mesir menganggapnya sebagai samudra, karena mereka percaya bahwa pada awal waktu, segalanya muncul dari samudra. Semua dewa lain dilahirkan dari Mut.
Orang menyembah Mut di kuil di seluruh Mesir dan hingga Sudah di selatan, namun kuil terpenting Mut terletak di Karnak. Istri firaun biasanya memimpin ritual untuk Mut, tpai ketika firaunnya perempuan, yang memimpin ritual adalah anak perempuannya. Ketika Hatshepsut menjadi firaun pada 1500 SM, ia membangun kembali kuil Mut di Karnak menjadi lebih besar dan lebih indah daripada sebelumnya. Hatshepsut sendiri menganggap dirinya adalah keturunan Mut.
Akan tetapi pada Kerajaan Pertengahan, sekitar 2000 SM, orang mulai menggabungkan Mut dengan dewi Mesir lainnya seperti Sekhmet (singa betina pelindung Mesir Huli) dan Hathor, dewi sapi istri Ra. Di Kerajaan Baru, sekitar 1500 SM, orang Meisr menganggap bahwa Mut adalah dewi yang sama dengan dewi ratu Isis.

Dewa Ra
Ra (Re) adalah dewa matahari di Mesir kuno. Ia telah dikenal sejak Kerajaan Lama sekitar 3000 SM. Ia ditampilkan dengan cakram surya di atas kepalanya.
Ra diceritakan menaiki perahu dari matahari terbit di timur menuju matahari terbenam di barat setiap hari, dengan ditemani oleh para pengikutnya. Kisah ini mirip dengan kisah Helios, dewa matahari dari Yunani, yang menjelajahi langit dari timur ke barat setiap hari. Bedanya adalah bahwa Helios mengendarai kereta perang alih-alih perahi. Ra diceritakan menaiki perahu kemungkinan karena orang Mesir biasanya menggunakan perahu jika bepergian melalui sungai Nil.

Dewa Set

Set (Seth, Setesh, Sutekh, Setekh, Sluty) adalah saudara Isis dan Osiris, dan seperti mereka, ia juga adalah putra dewi langit Nut dan dewi bumi Geb. Set adalah sisi gelap dari saudara-saudarinya - Isis menumbuhkan tanaman, dan Osiris adalah dewa para firaun yang menjaga keteraturan, namun Set adalah dewa kekacauan. Dalam beberapa kisah, Set menunjukkan sisi jahatnya ketika ia dilahirkan. Set tak dilahirkan dengan cara normal, ia keluar dari perut ibunya dengan cara mencabik-cabik rahim dan perut ibunya.
Dalam lukisan, Set biasanya digambarkan dengan rambut dan mata merah, sebagai perlambang bahwa ia aneh dan berbeda. Ia juga memiliki kepala hewan, terkadang kepala buaya, kuda nil, atau babi hitam, semuanya merupakan hewan-hewan yang berbahaya.
Dalam suatu kisah, Set melemparkan saudaranya Osiris ke sungai Nil lalu mencabik-cabik tubuhnya. Putra Osiris, Horus, mencari Set, yang merupakan pamannya, dan bertarung dengannya untuk membalas perbuatan Set terhadap ayahnya. Akibat pertempuran itu, Horus kehilangan mata kirinya, sedangkan Set kehilangan kemampuan untuk memiliki anak.
Akan tetapi dalam kisah lainnya, Set dan Horus disebutkan sebagai aspek berbeda dari satu dewa yang sama. Orang-orang menyembah mereka bersama-sama.

Dewa Thoth
Di Mesir, Thoth (Dihauti, Djehuty) adalah dewa pikiran, yang meliputi kecerdasan, pemikiran, akal, dan logika. Orang Mesir sering menganggap Thoth sebagai jantung dan lidah dewa matahari Ra, karena jantung dipercaya sebagai tempat kecerdasan. Thoth adalah satu bagian dari dewa Ra yang lebih besar, mirip dewa India, Krishena, yang merupakan bagian dari Wishnu, atau Hermes, yang terkadang disebutkan sebagai salah satu spek dari saudaranya, Apollo, dewa matahari dari Yunani. Dan memang, orang Yunani sendiri sering menyamakan Hermes dengan Thoth. Dewa ni amat terkait dengan konsep keteraturan dan pengetahuan.
Thoth biasanya memiliki kepala berupa burung ibis, dan namanya kemungkinan bermakna "seperti ibis," karena ibis adalah burung yang cerdas. Lain waktu, Thoth adalah dewa keadilan, dan ia memliki kepala babon, atau tubuh babon dengan kepala anjing.
Istri Thoth adalah Ma'at, dan keduanya seringkali ditampilkan berdiri berdampingan di kedua sisi di perahu Ra. Bersama-sama, Thoth dan Ma'at melambangkan kebenaran, keteraturan, dan keadilan.
Karena Thoth begitu cerdas, ia terkait dengan hal-hal yang dilakukan orang-orang cerdas, terutama penulisan hieroglif. Ia sering digambarkan membawa pena dan lembaran. Thoth juga adalah dewa ilmu pengetahuan dan sihir. Di Kerajaan baru, Thoth juga dipercaya sebagai penentu nasib arwah manusia di alam maut.
Mumi
Mesir merupakan tempat yang kering, dan jarang memperoleh hujan, tanahnya juga amat sangat kering. Jika jenazah dikubur di tanah kering seperti itu, seringkali mayatnya tak membusuk. Bakteri di dalam tanah terlalu sedikit untuk mengurai mayat. Akibatnya, jenazah seringkali mengering dan menjadi mumi.
Sejak sekitar 3500 SM, tepat sebelum Kerajaan Lama dimulai, orang Mesir memanfaatkan proses ini dengan mengeringkan jenazah sendiri. Mereka menyukai gagasan bahwa tubuh mereka akan terjaga selamanya dan mereka meyakini bahwa ini akan berguna di alam maut.
Sebagian besar orang, yang merupakan rakyat miskin, hanya menyelimuti jenazah dengan kain linen dan menguburkannya di tanah yang kering. Sementara orang kaya menggunakan proses mumifikasi yang rumit. Pertama-tama isi perut jenazah dikeluarkan dan ditaruh ke dalam guci kanopi. Kemudian otaknya dikeluarkan lewat hidung menggunakan batang berkait. Organ-organ tersebut dikeluarkan karena merupakan organ basah yang mengandung banyak bakteri sehingga dapat membuat tubuh membusuk. Meskipun demikian, jantung tidak dikeluarkan karena orang Mesir meyakini bahwa jiwa terdapat di jantung, sehingga jantung dibutuhkan di alam maut.
Kemudian jenazah diberi natron, campuran garam dan soda yang dapat mengeringkan tubuh. Setelah itu jenazah dibiarkan mengering selama beberapa minggu. Setelah dianggap cukup kering, natronnya dibersihkan, dan bagian dalam tubuh jenazah diisi dengan dedaunan, serbuk gergaji, serta benda-benda lainnya supaya tampak normal. Seluruh tubuh jenazah lalu dibungkus kain linen, yang diselipi jimat-jimat. Lalu jenazah dilapisi papirus, dan akhirnya dimasukkan ke dalam serangkaian peti kayu, dan kemudian dalam sarkofagus batu.
Semakin kaya seseorang, maka proses mumifikasinya semakin rumit, begitupun sebaliknya. Contohnya, jika tidak mampu membeli natron, maka proses mumifikasi hanya dilakukan hingga pengeluaran bagian dalam tubuh, atau proses pengeringan jenazah tidak ditunggu berlama-lama hingga kering sempurna. Meskipun demikian, sebagian besar orang terlalu miskin hingga sama sekali tidak menjalani mumifikasi setelah meninggal.

Mumi di Museum Vatikan
Ketika orang Mesir meninggal, jika mereka kaya maka mereka akan membayar supaya tubuh mereka dijadikan mumi. Ini dilakukan agar tubuh mereka bisa tetap terjaga hingga ke alam maut. Dalam memproses jenazah menjadi mumi, isi perut jenazah harus dikeluarkan agar tubuhnya tidak cepat membusuk. Dalam proses ini, hati, bagian dalam perut, usus, dan paru-paru dikeluarkan dari dalam tubuh. Sementara jantung tidak dikeluarkan karena diyakini bahwa jiwa manusia terletak di jantung.
Orang Mesir mempercayai bahwa di alam maut pun, isi perut yang telah dikeluarkan itu tetap dibutuhkan. Oleh karena itu, organ-organ yang telah dikeluarkan dari tubuh jenazah akan dimasukkan ke dalam guci, dengan satu organ dimasukkan ke dalam satu guci. Guci ini disebut "guci kanopi." Di makam-makam Mesir, ditemukan ribuan guci kanopi.
Tiap organ memiliki dewa dan dewi pelindungnya masing-masing, dan pada gucinya ditampilkan dewa yang melindunginya. Para dewa pelindung ini adalah keempat putra Horus, dewa perlindungan dan kelahiran kembali. Organ hati ditaruh dalam guci Imsety dengan penutup berbentuk kepala manusia, dilindungi oleh dewi Isis; paru-paru ditaruh dalam guci Hapi dengan kepala babon, dilindungi dewi Nephthys; bagian dalam perut ditaruh dalam guci Duamutef dengan kepala jakal, dilindungi dewi Neith; dan usus besar ditaruh dalam guci Qebehsenuef dengan kepala elang, dilindungi dewi Serket.

Guci kanopi
Bangsa Mesir adalah salah satu bangsa pertama yang meyakini bahwa jika seseorang melakukan banyak kebaikan selama hidup, maka setelah mati akan memperoleh kebaikan pula, namun jika semasa hidup melakukan banyak kejahatan, maka setelah mati akan dikirim ke tempat yang buruk dan mengalami penderitaan.
Lukisan makam Mesir dari sekitar 2500 SM, di Kerajaan Lama, menggambarkan penimbangan jiwa yang oleh bangsa Mesir dipercayai terjadi setelah seseorang meninggal.
Menurut orang Mesir, setelah mati, jiwa seseorang (digambarkan sebagai orang kecil atau jantung) akan ditaruh di satu sisi timbangan, dan di sisi lainnya ditaruh sehelai bulu. Kemudian Thoth akan memutuskan ke manakah sang arwah harus pergi. Semakin banyak kejahatan yang dilakukan semasa hidup akan menambah berat jiwa. Jika jiwa yang ditimbang ternyata lebih berat daripada bulu, maka sang arwah akan dikirim ke tempat yang mengerikan. Sebaliknya, jika jiwanya lebih ringan daripada bulu, maka arwahnya akan pergi ke tempat yang menyenangkan.

Anubis melakukan penimbangan jiwa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar